Minggu, 16 November 2014

Pantai Sadeng





Pantai Sadeng berada diwilayah paling timur kabupaten gunung kidul. Pantai Sadeng terletak di Desa Songbanyu dan Pucung Kecamatan Girisubo berjarak sekitar 80 KM dari Pusat kota Jogjakarta dan berbatasan dengan Pracimantoro, Wonogiri Jawa Tengah serta 46 km dari Wonosari. Pantai Sadeng ini menjadi muara dari Sungai Bengawan Solo. Pantai Sadeng yaitu pantai yang menjadi pelabuhan perikanan yang ada di Kota Jogja yang termaju yang kerap kali disebut PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan). Hal ini dibuktikan dengan keberadaan perahu motor dengan ukuran yang besar, rumah pondokan, terminal pengisian bahan bakar, pelelangan ikan, serta koperasi. Pantai Sadeng menyediakan sejumlah wisata yang memberikan banyak manfaat bagi para wisatawan. Pantai Sadeng ini merupakan tempat wisata Gunung Kidul yang menjadi kebanggaan masyarakat lokal. Para pengunjung dapat menemukan Telaga Suling, yaitu lembah yang diyakini masyarakat sekitar sebagai muara dari sungai Bengawan Solo Purba dahulu.

 


Pantai Sadeng terbentuk melalui proses alam yang cukup panjang. Di pantai ini Terdapat Telaga Suling yaitu lembah yang diyakini dahulu sebagai muara dari sungai Bengawan Solo Purba. 
Berdasarkan penelitian para pakar Geologi, bahwa Dahulu Sungai Bengawan Solo mengalir dari wilayah utara hingga bermuara di Pantai Sadeng yang sekarang ini. Namun, sekitar empat juta tahun yang silam, sebuah proses geologi terjadi.
Lempeng Australia menghujam ke bawah Pulau Jawa, menyebabkan dataran Pulau Jawa terdesak dan perlahan terangkat . Sehingga Arus sungai akhirnya tak bisa melawan ketinggian dari hulu sungai itu sendiri, hingga akhirnya aliran air nya pun berbalik ke utara, yang saat ini mengalir hingga ke ujung utara wilayah Jawa Timur.
Jalur semula akhirnya tinggal jejak yang perlahan mengering karena tak ada lagi air yang mengalirinya yang kini menjadi ladang palawija yang produktif bagi masyarakat sekitarnya. Wilayah ini kaya akan bukit-bukit kapur yang menurut beberapa penelitian, semula merupakan karang-karang yang berada di bawah permukaan laut.


 

Kawasan Pantai Sadeng dikembangkan menjadi pelabuhan nelayan pada tahun 1983. Cikal bakal pengembangan ini ditandai dengan kedatangan para nelayan dari daerah Gombong yang melihat potensi besar di pantai ini.  Jauh sebelum kedatangan para nelayan dari Gombong, Pantai Sadeng pernah menjadi pelabuhan yang kemudian lama tidak aktif dikarenakan kepercayaan penduduk setempat yang melarang melaut. Larangan itu berkaitan dengan mitos Ratu Laut Selatan serta kepercayaan bahwa Pantai Sadeng adalah pantai yang wingit.
Menurut kepercayaan masyarakat lokal, nama Sadeng itu bermula dari nama Sedeng yang berarti cukup. Jadi siapapun yang masuk ke Pantai Sadeng akan mampu bertahan dan tidak perlu untuk menjadi rakus atau tamak. Kearifan lokal inilah yang melatarbelakangi masyarakat sekitar untuk membuka kembali kawasan Pantai Sadeng menjadi pelabuhan ikan bagi para nelayan. Dengan memegang teguh kepercayaan tersebut, para nelayan di Pantai Sadeng tetap bisa hidup dengan berkecukupan dan saling menghargai satu dengan lainnya.

 

Keindahan pantai yang terdapat di kawasan Gunung Kidul menawarkan banyak keindahan alam serta pesona kecantikan yang masih sangat alami sehingga para pengunjung akan puas berlama-lama menikmati pemandangan sekitar. Di Pantai Sadeng, anda bisa menyusuri bibir pantai yang letaknya di sebelah timur serta menuju ke gundukan pasir yang terdapat tidak jauh dari menara mercusuar. Sebagai tempat wisata, Pantai Sadeng Gunung Kidul menawarkan keindahan alam khas pantai Selatan. Ombaknya yang tinggi, terutama ketika air pasang, memercik dalam warna biru kehijauan. Pantai Sadeng terbilang masih sangat bersih dari pencemaran dibandingkan dengan pantai-pantai yang berada di pesisir utara. Adanya aktifitas di pantai Sadeng, mulai dari sekelompok nelayan yang tengah menambal dinding perahu, mengangkut ikan dari dermaga, dan masih banyak lagi. Selain itu, jika anda melepaskan diri ke dekat mercusuar, anda akan melihat hamparan luas. Biru langit serta biru laut berpadu dengan serasi sehingga akan memanjakan mata.




Untuk bisa mencapai Pantai Sadeng dari Malioboro Jogjakarta, ke timur menuju Kebun Binatang Gembira Loka, Setelah melewati gembira loka, perempatan pertama belok kanan, kemudian ketemu perempatan belok kiri menuju perempatan ringroad jalan wonosari. Dari perempatan itu, lurus ikuti jalan utama menuju wonosari. Dari Wonosari, perjalanan dapat dilanjutkan ke Semanu kemudian kea rah Rongkop. Dari sana, letak Pantai Sadeng sudah tidak jauh lagi. Jalanannya juga sudah diaspal dengan rapi sehingga para wisatawan pun akan mendapatkan kenyamanan selama melewati rute perjalanan. Akan tetapi, anda harus lebih waspada karena di sejumlah titik terdapat tikungan tajam yang disambung dengan kemiringan yang terbilang cukup terjal. Maka, tidak lama pun anda akan tiba di Pantai Sadeng Gunung Kidul. Di Pantai Sadeng juga tersedia penginapan untuk para wisatawan.

Pantai Jogan



Pantai Jogan adalah salah satu pantai di Indonesia yang memiliki keunikan yang mungkin hanya sebagian kecil pantai di Indonesia yang memilikinya yaitu memiliki air terjun setinggi 10 meter yang langsung menghadap ke samudera. Seperti pantai di sekitarnya Pantai Jogan juga memiliki pasir putih udara sejuk dan di kelilingi bukit kapur yang megah. Diapit tebing-tebing tinggi khas pegunungan kapur, Pantai Jogan bak peraduan, area air sungai turun gunung menjumpai ombak yang pulang melaut. Dari beberapa puluh pantai yang berada sekitar 71 km di pesisir gunung kidul, pantai Jogan menempati posisi istimewa, dikarenakan keberadaan air terjun yang segera jatuh dari atas tebing ke bibir laut. 

Nama Jogan diambil dari nama pantai dimana air terjun ini berada.  Adapun pantai ini ada di sebelah barat Pantai Nglambor dan Siung atau di sebelah timur Pantai Timang. Selama ini, tidak banyak pelancong yang tahu perihal pantai jogan. Karena lokasinya yang persis ada di sebelah barat pantai siung kerap terlupa oleh beberapa pemanjat yang dipacu motivasi memeluk moleknya tebing siung. Pantai Jogan berada di desa purwodadi kecamatan Tepus, Gunung Kidul, Yogyakarta yang jaraknya cukup jauh dari kota Yogyakarta namun sebanding dengan keindahan yang disajikan. Datang ke Pantai Jogan sebaiknya dilakukan di musim hujan. Pada musim ini, debit air akan tersedia cukup besar sehingga air terjun yang menghiasi Pantai Jogan pun tampil maksimal. Jangan datang ketika kemarau, karena saat air kali kecil di sekitar pantai ini kering, otomatis air terjun akan mati dan keindahan Jogan akan banyak berkurang ditambah dengan kegiatan penyedotan airnya untuk kepentingan warga. Mata air tersebut berasal dari gunung karst yang barada di sebelah utara. 

Untuk mencapai Pantai Jogan, perlu waktu sekitar dua jam berkendara dari Jogja. Menyusuri jalanan aspal mulus, berkelok-kelok membelah perbukitan karst yang merupakan sisa lautan jutaan tahun silam. Bila kita sampai di Pos Retribusi Pantai Siung, artinya Pantai Jogan sudah dekat, karena sekitar 400 meter dari pos tersebut, akan terlihat papan kayu penunjuk arah menuju Jogan. Menggantikan aspal mulus, jalan setapak menjadi pemandu selanjutnya, mengantar Anda dengan didampingi dua sungai kecil di sisi kiri yang nantinya akan menyatu lalu menjelma menjadi air terjun. Sayang sekali, keelokannya hanya bisa disaksikan saat musim penghujan, sementara di musim kemarau debit air sangat kecil ditambah dengan aktivitas penyedotan airnya demi keperluan warga.

Untuk bisa menikmati guyuran air dari atas tebing di Pantai Jogan, kita harus turun ke bawah. Ada dua cara untuk turun, pertama dengan tehnik canyoning alias rappeling di air terjun. Tentu diperlukan peralatan dan kemampuan mumpuni untuk melakukannya. Kedua, menapaki turunan licin yang basah. Untunglah tersedia kayu-kayu pegangan sebagai penopang tubuh. Meski begitu, kehati-hatian adalah hal wajib karena jalur yang curam. Setelah batuan curam nan licin, tersisa satu lagi tantangan, kita masih harus melewati karang yang dihuni oleh ribuan bayi kepiting berwarna transparan berukuran sekitar 5 mm. Ini memang bukan koloni kepiting merah penghuni Christmas Island (yang dekat Jawa Barat tapi dimiliki Australia. sampailah kita di air terjun. 

Pantai Jogan Berjarak sekitar 70 km dari kota Jogja dan dapat ditempuh sekitar 2 jam perjalanan atau 200 m sebelah barat Pantai Siung.  Kondisi jalan menuju Pantai Siung beraspal mulus, Sesampainya di dekat Pantai Jogan kondisi jalan berubah dengan cor blok sekitar 1 km jauhnya.  Dapat diakses dengan kendaraan roda dua dan empat.
Dari Kota Jogja menuju Wonosari (Jalan Jogja-Wonosari).  Sesampainya di daerah Mulo akan ditemui pertigaan, ambil ke arah kiri munuju pantai.  Ikuti jalan tersebut hingga tiba di daerah Tepus.  Sesampainya di daerah ini akan ditemui papan petunjuk arah menuju Pantai Siung, ambil belokan ke kanan hingga tiba di pertigaan jalan menuju ke Pantai Jogan.  Di pertigaan ini ambil arah ke kanan memasuki jalan yang di semen.
Daerah yang di lewati adalah : Jogja » menuju arah Jalan Wonosari atau Piyungan » Patuk » Sambipitu » Rest Area Hutan Bunder » Gading » terus saja dari Bundaran Siyono » Alun-alun Wonosari » Baleharjo » Jalan Wonosari Semanu » Perempatan setelah Jembatan Jirak Semanu lalu belok kanan » Pasar Semanu ambil lurus ke Selatan » masuk daerah Panggul » ambil jalan Jalan Girisubo Wonosari » Purwodadi » ambil arah Jalan Raya Pantai Siung » Pertigaan sebelum Pantai Siung ke kanan » Pantai Jogan.

Candi Banyunibo



Candi Banyunibo merupakan candi Buddha yang terletak tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari Kota Yogyakarta ke arah Kota Wonosari. Sekitar 5.6 km ke arah selatan dari candi Prambanan, dan secara administratif terletak di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Nama Banyunibo mempunyai arti air jatuh menetes dalam bahasa Jawa, walaupun di candi ini tidak ada tetesan air ataupun sumber air di sekitar candi. Hal ini mungkin dikaitkan dengan daerah sekitar candi yang merupakan sumber air yang menetes, atau berkaitan dengan sungai kecil yang mengalir di depan candi. Nama candi  juga mungkin berhubungan dengan adanya jala dwara, hiasan mirip kepala kala yang berfungsi sebagai saluran pembuang air hujan yang terdapat pada masing-masing sudut kaki candi dan di bagian tengah masing-masing sisi kaki candi kecuali sisi sebelah barat.

Candi Banyunibo dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha. Candi Banyunibo cukup kaya akan hiasan (ornament). Hampir pada setiap bagian candi diisi oleh bermacam-macam hiasan dan relief, meskipun bagian yang satu dengan yang lain sering ditemukan motif hiasan yang sama. Hiasan pada kaki candi. Dinding kaki candi Banyunibo masing-masing sisi dibagi menjadi beberapa bidang. Bidang tersebut kemudian diisi dengan pahatan berupa hiasan tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot bunga. Candi utama menghadap ke barat dan terletak di antara ladang tebu dan persawahan. Selain itu, pada kaki candi Banyunibo yang terbagi ke dalam beberapa panel jugaberisi hiasan berupa tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot-pot bunga, wortel, dan siput yang sering dikaitkan sebagai lambang kehidupan atau kesuburan.


Candi Banyunibo terdiri dari satu candi Utama dan ada 6 buah candi perwara (candi pendamping) yang berbentuk stupa di sekeliling candi utama di sebelah selatan dan timur. Candi utama menghadap ke barat dan terletak di antara ladang tebu dan persawahan. Sayangnya candi perwara ini tidak terbuat dari batu andesit melainkan batu putih yang mudah sekali aus. Di sebelah utara candi, terdapat tembok batu sepanjang 65 m membujur dari barat ke timur. Reruntuhan candi perwara berupa stupa diperkirakan berdiameter sekitar 5 m. Sekarang ini candi perwara hanyalah sebuah alas stupa dengan puing-puing batu yang berserakan. Bagian dasar Candi Banyunibo berukuran 15 x 14 m dan tingginya 14 m. Di dalam tubuh candi terdapat bilik yang berukuran 7 x 4,5 m. Bagian dinding candi terdapat jendela-jendela yang dihias dengan pilaster. Adanya jendela membuat bilik candi tak terasa pengap, karena angin persawahan bebas keluar masuk melintas ke seluruh badan candi.


Memasuki Candi Banyunibo kita akan menaiki tangga yang dibagian depan sisi kanan dan kiri akan disambut arca singa. Setelah naik di ujung tangga kita akan melihat pintu masuk dengan hiasan relief yang tidak sempurna karena ada beberapa batu baru terpasang tanpa dipahat sesuai dengan aslinya. Pintu ini membentuk lorong sepanjang 1,5 meter dengan bentuk melengkung keatas dan terdapat beberapa relief yang terpahat di batu-batu tersebut, diantaranya relief Dewi Hariti/dewi kesuburan pada dinding sisi utara dan relief suami Dewi Hariti yaitu Vaisaravana di dinding bagian selatan. Di dalam ruang utama Candi Banyunibo ini, terdapat delapan buah jendela yang masing-masing terbagi dua di setiap sisi candi ini dan tiga relung tanpa arcaberada tepat di tengah-tengah jendela tersebut. Pada bagian atas luar Candi Banyunibo, kita akan melihat setiap relung yang menghiasi candi ini dari berbagai sisi, dan di bagian bawah candi ini, kita akan menemukan pahatan yang mengelilingi candi ini dengan beberapa motif.


Candi Banyunibo merupakan salah satu kompleks percandian Buddha yang terletak di sebelah selatan Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini dibangun di suatu dataran yang luas, yang dikelilingi oleh bukit-bukit di sebelah utara, timur, dan selatan. Untuk menuju ke candi Banyunibo kita bias menggunakan transportasi umum Trans Jogja trayek 1A atau 1B dan berhenti di shelter Prambanan . Perjalanan Candi Banyunibo dapat dilanjutkan dengan menggunakan ojek (taksi motor) ke selatan sampai Anda melihat tanda jalan yang menunjukkan arah Candi Banyunibo. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, Berangkat dari Malioboro Yogyakarta, kepala ke timur menuju rute ke Candi Prambanan. Sesampainya di persimpangan Prambanan atau pasar Prambanan, belok kanan di lampu lalu lintas. Terus lurus selama sekitar 15 menit sampai Anda menemukan tanda jalan yang menunjukkan arah ke Candi Banyunibo. Ikuti tanda jalan sampai Anda menemukan candi.

Kamis, 01 Mei 2014

BOROBUDUR




Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.